MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM klik disini
Oleh : Imam Khoiri
BAB I
PENDAHULUAN
Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan
dengan kewajiban mendidik, secara umum mendidik ialah membantu anak didik
didalam perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai
bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan
anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah
tangga, sekolah maupun masyarakat, akan tetapi proses pendidikan dalam hal ini
mengutarakan pendidikan orang tua, ibu dan ayah yang jadi amat berpengaruh
terhadap pendidikan anak-anaknya. Sehingga seorang anak mampu mempunyai potensi
dan proaktif dalam pandangan hidup sesuai dengan keagamaan.
Saat ini
kehidupan kaum muslimin di berbagai negeri tengah didera oleh ideologi
kapitalisme maupun sosialisme-komunisme. Tidak terkecuali dengan Indonesia yang
merupakan salah satu negeri muslim terbesar di dunia kini tengah mengalami
berbagai macam keterpurukan akibat mengemban ideologi tersebut.
Melihat
kondisi tersebut, penulis akan menerangkan bahwa pendidikan islam adalah
tanggung jawab kita semua (diri sendiri, keluarga, masyarakat dan pemerintah).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tanggung jawab diri- sendiri terhadap pendidikan
Pendidikan islam menggunakan tanggung jawab sebagai
dasar untuk menetukan pengertian pendidik, sebab pendidikan merupakan kewajiban
agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban
itu pertama pertama bersifat personal, dalam arti setiap orang bertanggungjawab
atas pendidikan dirinya sendiri; kemudian bersifat sosial, dalam arti setiap
orang bertanggung-jawab atas pendidikan orang lain. [1]
Begitu memasuki masa dewasa, setiap orang menjadi
manusia yang bertanggung jawab atas semua perbuatan yang dilakukan. Ia harus
tahu tentang nilai dirinya, baik tentang apa yang telah diperbuatnya maupun
tentang balasan yang akan diterimanya pada hari akhir. Oleh karena tanggung
jawab itu maka setiap orang dewasa wajib mendidik dirinya sendiri, membimbing
dan menuntunnya kejalan kebaikan melalui pendidikan islam. Sejauh mana ia
menjalankan kebaikan, sejauh itu pula nilai dirinya. Apabila ia membawa dirinya
kejalan kejahatan maka ia akan dimintai pertanggung-jawaban. Jadi sangat jelas
bahwa tanggung jawab diri-sendiri terhadap pendidikan islam adalah agar bisa
mendidik diri sendiri agar senantiasa menjadi insan kamil dengan cara cara
seperti terus belajar dan mengamalkan ilmunya juga dengan cara refleksi atau
dialog batin.
Seperti tertuang dalam Quran surat at-Thur/52:21
4 @ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ
Artinya:
.....,setiap manusia bertanggung-jawab atas apa yang diperbuatnya.
Dan
dalam Quran surat al-Qiyamah/75:14
È@t/ ß`»|¡RM}$# 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ×ouÅÁt/ ÇÊÍÈ
Artinya: bahkan
manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.
B. Tanggung jawab keluarga/orang tua terhadap pendidikan.
Orang tua adalah orang
pertama dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara
alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah tengah ibu dan
ayahnya. Oleh karenanya dari kedua orangtua lah anak mulai mengenal
pendidikanya. Seperti dasar dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan
keterampilan hidup, banyak tertanam sejak anak berada dalam pengasuhan orang
tua.
Orang tua yaitu Ayah dan
Ibu mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak. Ayah dan ibu
hendaknya bekerja sama dalam mendidik anak-anaknya, tetapi dalam lingkungan
keluarga biasanya menuntut ayah lebih banyak berada di luar rumah untuk mencari
nafkah dan ibu lebih banyak dirumah untuk mengatur rumah tangga sehingga
pengaruh pendidikan ibu lebih besar. Jika
ayah dan ibu lalai dalam mendidik anak anaknya maka akan menimbulkan masalah
tidak hanya individual anak tetapi juga sosial masyarakat. Orang tua memegang
tanggung jawab pertama dan terkhir dalam pendidikan anak: mempersiapkannya agar beriman kepada Allah
dan berakhlak mulia, membimbingnya untuk mencapai kematangan berfikir dan
keseimbangan psikhis, serta mengarahkannya agar membekali diri dengan berbagai
ilmu dan keterampilan yang bermanfaat.
Pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang
tua, menurut Zakiah Daradjat dan kawan kawan, sekurang kurangnya dalam bentuk
–bentuk berikut:
1. Memelihara
dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung
jawab setiap orang tua dan merupakan
dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2. Melindungi
dan menjamin keselamatan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai
gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang
sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
3. Memberi
pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki
pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4. Membahagiakan
anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai degan pandangan dan tujuan hidup
muslim.[2]
Abdullah ‘Ulwan, dalam bukunya Tarbiyah al –
Aulad fi al-Islam merinci bidang bidang pendidikan anak sebagai berikut:
1. Pendidikan
keimanan, antara lain dengan menanamkan tauhid kepda Allah dan kecintaan kepada
Rosululloh saw, mengajari hukum hukum hala dan haram, membiasakan untuk
beribadah sejak usia tujuh tahun, dan mendorong untuk suka membaca alquran.
2. Pendidikan
akhlak. Antara lain dengan menanamkan dan membiasakan kepada anak sifat sifat
terpuji serta menghindarkannya dari sifat sifat tercela.
3. Pendidikan
jasmani, antara lain dengan memperhatikan gizi anak, melatihnya berolah raga,
mengajarkan cara cara hidup sehat.
4. Pendidikan
intelektual, antara lain dengan mengajarkannya ilmu pengetahuan, kepada anak
dan memberinya kesempatan untuk menuntut ilmu stinggi dan seluas mungkin.
5. Pendidikan
psikhis, antara lain dengan menghilangkan gejala gejala penakut, rendah diri,
malu –malu, dan bersikap adil terhadap anak.
6. Pendidikan
sosial, antara lain dengan menanamjan penghargaan dan etiket (sopan santun)
terhadap orang lain: orangtua, tetangga, guru, dan teman; serta membiasakan
menjenguk teman yang sakit dan mengucapkan selamat dalam kesempatan hari-hari
besar Islam.
7. Pendidikan
seksual, antara lain dengan membiasakan anak agar selalu minta izin ketika
memasuki kamar orang tua dan menghindarkannya dari hal hal yang pornografis.
Pendidikan yang diberika orang tua kepada anak
hendaknya berwawasan pendidikan manusia seutuhnya meskipun dalam penanaman
dasar-dasar.
Pendidikan Islam khusunya harus menjadi
prioritas utama orang tua karena anak anak yang sholeh bisa memberi manfaat
untuk diri sendiri, orangtua, dan masyarakat. Doa anak sholeh untuk orang tua
yang sudah meninggal juga menjadi amal yang tak terputus. Oleh karena itu
seyogyanya perhatian orang tua mengenai pendidikan islam kepada anaknya
dilakukan sedini mungkin dan terus- menerus, contohnya dengan cara cara:
Ø mengajarkan membaca alquran
Ø mengajari
dan membiasakan solat lima waktu
Ø menyekolahkan
anak di sekolah sekolah yang banyak pendidikan islam
Ø memasukkan
anak ke pondok pesantren
Ø mengawasi
tontonan anak di televisi
Ø memberikan
permainan sesuai dengan jenis kelamin.dll
Secara umum, peranan orang tua dalam pendidikan memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Jika
dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan pengaruh
lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah (sekolah regular atau
non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila peran orang tua tidak
diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan 60% tersebut akan
ditelan habis oleh lingkungannya. Lingkungan yang paling besar berpengaruh
kepada anak adalah lingkungan bergaulnya, bukan lingkungan sekolahnya.[3]
Sedangkan pengaruh pendidikan anak pada pondok
pesantren sebagai tempat mengenyam pendidikan dan tempat bergaul selama 24 jam
adalah 80%, sedangkan pengaruh bawaan dari lingkungan keluarga adalah 20%.
Apabila pesantren mampu mempersentasekan perannya dengan baik, maka
keberhasilan pendidikan anak akan lebih menjanjikan daripada sekolah regular.
Oleh karena itu, hendaknya para orang tua
memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak, termasuk
memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya.
C. Tanggung Jawab Masyarakat
Terhadap Pendidikan
Pendidikan dalam islam merupakan tanggung jawab
bersama setiap anggota masyarakat, bukan tanggung jawab kelompok tertentu.
Sebab masyarakat adalah individu –individu yang menjalin satu kesatuan. Apabila
terjadi kerusakan pada sebagian lain maka akan terkena kerusakan pula.
Akibatnya, kesatuan tidak utuh lagi, atau kerusakan akan mengancam kesatuan
secara total. Prinsip ini banyak dikemukakan dalam Ayat al-Quran yang menegaskan prinsip ini antara lain
:
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù w ¨ûtùÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur cr& ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$#
Artinya : “dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak
khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa
bahwa Allah amat keras siksanya. (Q.S. al-Anfal/8:25)
Oleh karena itu, setiap individu hendaknya peduli
terhadap kebaikan kesatuannya; setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas
kebaikan yang lainnya. Dengan perkataan lain , setiap anggota masyarakat
bertanggung jawab atas pendidikan yang lainnya, tidak bisa memikulkan tanggung
jawab hanya kepada guru dan orang tua saja. Apabila melihat kemungkaran
hendaknya ia mencegah sesuia dengan kemampuannya.
Pada prinsipnya setiap anggota masyarakat bertanggung
jawab atas kebaikan kesatuannya dengan melakukan amar makruf nahi mungkar.
Namun didalam struktur sosial terdapat orang orang yang karena kedudukannya dan
peranannya mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pendidikan dibanding
yang lain. Sebagai contoh didalam lingkungan sekolah melibatkan masyarakat sebagai
bagian dari komite sekolah. Unsur komite juga berperan aktif dalam kemajuan
pendidikan, sebagai motivator dan fasilitator antara orang tua dan pihak
sekolah. Peran serta masyarakat juga terlihat dari partisipasi sebagai donator
dalam suatu lembaga pendidikan. Biasanya dalam hal pembiayaan ini lebih banyak
dilakukan oleh para pengusaha, pemilik pabrik, dan orang orang tertentu yang
mempunyai pengaruh di masyarakat. Karena kelebihan itulah mereka lebih
bertanggung jawab atas pendidikan.
Selanjutnya, kehidupan masyarakat, baik dalam lingkungan
kebudayaanya yang berupa keadaan system nilai budaya, adat istiadat, dan cara
hidup masyarakat yang menglilingi kehidupan seseorang maupun lingkungan
sosialnya yang berupa kekuatan masyarakat serta sebagai system moral disekitar
individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan
interaksi antara mereka, banyak dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah.
Karenanya pemerintah memikul beban penting dan tanggung jawab yang besar dalam
pendidikan.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan islam
khusunya, terlihat dari contoh adanya lembaga penidikan nonformal seperti
madrasah diniyah, pondok pesantren, dan majlis ta’lim. Madrasah memberikan
konstribusi nyata dalam menanamkan ahklak, dan pemahaman agama yang lebih
mendalam. Pondok pesantren juga diakui sebagia wadah santri menimba ilmu agama,
dan keberadaanya sangat bagus untuk membentengi anak dari pengaruh negative
lingkungan yang global.
Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan
manusia, keluarga khususnya orang tua dalam situasi tertentu atau sehubungan
dengan bidang kajian tertentu, tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan
anaknya. Untuk itu, mereka memerlukan bantuan orang lain dalam hal ini
masyarakat untuk ikut mendidik anak-anaknya. Masyarakat yang terlibat dalam
pendidikan sangat banyak antara lain; guru, yang meliputi guru madrasah atau
sekolah, sejak dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah, dosen
diperguruan tinggi, kyai di pondok pesantren maupun organisasi lain yang
bergerak dibidang pendidikan.
Guru adalah orang yang dilimpahi tanggung jawab
oleh orang tua dalam hal pendidikan. Namun pelimpahan ini juga tidak mengurangi
tanggung jawab orang tua. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas
amanat yang diserahkan kepadanya, Allah swt, menjelaskan dalam al-Quran surat
al-Nisa ayat 58 :
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetpkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat. “[4]
Jadi, predikat guru yang melekat pada seseorang
didasarkan atas amanat yang diserahkan
orang lain kepadanya. Tanpa amanat itu, seseorang tidak akan disebut guru.
Tugas guru :
Abdullah ‘Ulwan
berpendapat bahwa tugas guru ialah melaksanakan pendidikan ilmiah,
karena ilmu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat
manusia.[5] Sebagai
pemegang amanat orang tua dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan islam,
guru tidak hanya bertugas memberikan pendidikan ilmiah. Tugas guru hendaknya
merupakan kelanjutan dan sinkron dengan tugas orang tua, yang juga merupakan
tugas pendidik muslim pada umumnya, yaitu memeberi pendidikan yang berwawasan
manusia seutuhnya.
Tugas guru, pertama- tama ialah mengkaji dan
mengajarkan ilmu Illahi, seperti yang dilakukan para Nabi. Tugas pokok guru
dalam pendidikan Islam menurut Al-Nahlawi adalah :
Ø Tugas
pensucian. Guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar
dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkannya dari keburukan ,dan
menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
Ø Tugas
pengajaran. Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman
kepada peserta didik utuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.[6]
D. Pendidikan Islam Adalah Tanggung Jawab Negara
Islam
merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang
dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras
dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa
negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan
sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat
diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. Bersabda: “Imam (Khalifah)
adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan
rakyatnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Perhatian
Rasulullah saw. Terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para
tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada
sepuluh orang anak kaum muslimin Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Dalam
pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara).
Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya,
Rasulullah saw. Telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan
barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau
memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta
benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat
dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan
rakyatnya, termasuk pendidikan.
Ibnu
Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah)
berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang
digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam,
kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan
rakyatnya. Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya.
Banyak
di antara kita yang tidak menyadari bahwa di sekeliling kita masih banyak orang
yang mengalami tuna aksara. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah
mengenyam bangku pendidikan sama sekali atau pernah bersekolah di sekolah dasar
namun tidak dapat melanjutkan pendidikannya lagi, karena kondisi yang
memaksanya harus meninggalkan bangku pendidikan. Faktor ekonomi, privatisasi
pendidikan, budaya patriarki yang masih berakar dengan kuat dan pemerintah yang
tidak merasa berkewajiban untuk memenuhi hak dasar rakyat yaitu pendidikan,
adalah faktor-faktor yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan haknya,
memperoleh pendidikan yang layak.[7]
Sekalipun
pemerintah sudah mencanangkan pendidikan dasar gratis untuk sekolah dasar,
namun pendidikan itu tetap terasa mahal bagi anak yang dilahirkan dari keluarga
yang tidak mampu secara finansial. Mengapa bisa terjadi? Karena untuk sekolah,
mereka membutuhkan alat tulis dan
seragam sekolah yang tidak gratis, yang seharusnya bisa mereka dapatkan dari
dana bantuan operasional sekolah yang banyak diselewengkan oleh pihak sekolah.
Privatisasi
pendidikan yang selama ini berlaku di negara kita dengan dalih aksi bersama
masyarakat itu, sebenarnya adalah pengalihan tanggung jawab
pemerintah kepada masyarakat dalam bidang pendidikan. Pemerintah
menyerahkan tanggung jawab itu kepada publik sehingga pendidikan menjadi jasa
yang diperjualbelikan. Hanya mereka yang memiliki uang banyaklah yang
mendapatkan pendidikan bermutu dan berstandar internasional. Hal ini jelas
bertentangan dengan UUD 1945. Pemerintah adalah pihak yang berkewajiban
untuk memenuhi hak konstitusi bangsa yang telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD
1945 dan ditegaskan kembali dalam Pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi demikian :
(1) Tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang
bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter (khas) Islami. Sistem
pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan
yang unggul, hal yang harus menjadi perhatian, yaitu: sinergi antara sekolah,
masyarakat, dan keluarga, serta kurikulum yang terstruktur (pemerintah) dan
terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi dan berorientasi pada
pembentukan tsaqâfah Islam.
Sistem pendidikan
Islam juga sekaligus merupakan sub sistem yang tak terlepas dari pengaruh sub
sistem yang lain dalam penyelenggaraannya. Sistem ekonomi, politik,
sosial-budaya, dan idoelogi akan sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran
sistem pendidikan yang berbasiskan aqidah dan syari’ah islam. Dengan demikian
maka pengaruh berbagai sistem lainnya terhadap keberhasilan penyelenggaran
sistem pendidikan islam memiliki keterkaitan yang erat.
Meski
disadari betapa pentingnya posisi pendidikan Islam dalam konteks pendidikan
nasional. Namun, harus pula diakui hingga saat ini posisi pendidikan Islam
belum beranjak dari sekadar sebuah subsistem dari sistem besar pendidikan
nasional.
[1] Aly, Hery Noer. Ilmu
Pendidikan Islam. Cet.II-Jakarta:Logos, 1999.hal82
[2]Zakiyah Daradjat, dkk.,Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi
Aksara, 1992), h. 38
[4] Al-qur'an Terjemah
[5] Abdullah ‘Ulwan, op. Cit, jilid II, h. 1019
[6] Abdurrahman al-Nahlawi,op. Cit, h 154 -155.
[7] http://www.slideshare.net/masgar1/tanggung-jawab-orang-tua-terhadap-pendidikan-anak